Tinjauan Fase Analisis Sistem
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi
Analisis perancangan sistem informasi
merupakan proses menganalisis kebutuhan infomasi pengguna/pemakai sistem dan
proses menganalisis kendala dalam perancangan sistem. Proses ini sangat
bermanfaat untuk menerjemahkan kebutuhan pemakai informasi ke dalam suatu
rancangan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi
pengguna/pemakai sistem tersebut.
Menurut Amsyah (
2005, 27 ) “ Sistem adalah elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk satu
kesatuan atau organisasi.” Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa sistem
merupakan sekumpulan elemen-elemen yang
saling berelasi dan berinteraksi, serta hubungan antara objek atau komponen
bisa dilihat sebagai satu kesatuan yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam hal ini sistem dapat di interprestasikan terdiri dari bagian – bagian,
memiliki hubungan (berinteraksi), merupakan kesatuan yang utuh dan memiliki tujuan membentuk organisasi.
Selanjutnya, Ladjamudin (2005, 3) berpendapat
bahwa “Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran tertentu”.Adapun Pendapat lain dari Jogiyanto
(1990, 5) mengenai sistem yaitu “Suatu kesatuan yang terdiri dari dua atau
lebih komponen atau subsistem yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu”.
Sedangkan Djhot (2001) berpendapat bahwa sistem
merupakan:
Agregasi atau pengelompokan objek-objek yang
dipersatukan oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung,
sekelompok unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam
atau oleh seni sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral dan
berfungsi, beroperasi, atau bergerak dalam satu kesatuan.
Dari beberapa
pengertian di atas dapat diketahui bahwa ada beberapa persamaan dari para ahli,
seperti yang dikemukakan oleh Ladjamudin dan Jogiyanto bahwa sistem prosedur,
komponen, ataupun subsistem yang saling berhubungan untuk mencapai saran atau
tujuan tertentu. Sedangkan Amsyah dan Ladjamudin memiliki pendapat bahwa sistem
itu merupakan kumpulan elemen dan prosedur dalam suatu jaringan kerja.
Selain persamaan,
beberapa pendapat di atas juga memiliki perbedaannya masing-masing. Djhot
memiliki pendapat yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Djhot berpendapat
bahwa sistem yang saling tergantung itu dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau seni.Dari
pengertian, persamaan, dan perbedaan di atas dikemukakan bahwa suatu sistem adalah beberapa prosedur,
komponen atau subsistem yang saling berkaitan untuk menyelesaikan kegiatan
secara bersamaan demi tercapainya suatu tujuan atau sasaran tertentu.
2.1.1 Tahapan Pengembangan Sistem
Dalam pengembangan sistem informasi ada yang
dikenal dengan siklus hidup sistem, gunanya yakni untuk menggambarkan proses
membangun sistem informasi secara terstruktur dan teratur. Beberapa kerangka
kerja pengembangan sistem didasarkan pada siklus hidup pengembangan sistem atau
systems development life cycle
(SDLC).
Kendall & Julie (2006) mendefenisiskan systems development life cycle sebagai
“pendekatan bertahap untuk melakukan analisa dan membangun rancangan sistem
dengan menggunakan siklus yang spesifik terhadap kegiatan pengguna”. Sedangkan
menurut Leod (2004) “systems development
life cycle adalah penerapan pendekatan sistem untuk mengembangkan dan
menggunakan sistem berbasis komputer”.Adapun persamaan pendapat yang dimiliki
dari kedua ahli diatas bahwa siklus hidup pengembangan sistem adalah pendekatan
untuk melakukan analisa, dan perancangan sistem. Sedangkan perbedaannya adalah
pendekatan menurut Kendall dilakukan menggunakan siklus spesifik dan menurut
Leod pendekatan yang dilakukan untuk mengembangkan sistem berbasis komputer.
Dari dua pendapat diatas systems development life cycle (SDLC) dikemukakan bahwa suatu
konsep pendekatan yang berfungsi untuk menggambarkan tahapan-tahapan utama
dalam pengembangan sistem seperti melakukan analisa dan membangun racangan
sistem.
Menurut
Kendal dan Julie (2007) ada 7 tahapan dalam systems
development life cycle (SDLC) yakni:
1. Identifikasi
permasalahan, kesempatan dan tujuan
2. Penentuan
persyaratan informasi pengguna
3. Analisa
kebutuhan sistem
4. Perancangan
sistem yang telah direkomendasi
5. Pengembangan
dan dokumentasi perangkat lunak
6. Menguji
sistem
7. Implementasi
dan evaluasi sistem
Gambar 1. Pengembangan sistem
Sumber: Kendall & Julie (2006, 10)
2.1.2 Analisis Sistem
Proses analisis
sistem sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada kita tentang sistem
yang sudah ada dan kemudian mengembangkan sistem menjadi lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan informasi.
Menurut Yulianto
(2009, 37) “Analisis sistem sebagai suatu kegiatan untuk melihat sistem
sebelumnya yang telah berjalan, kemudian melihat bagian mana yang memerlukan
perbaikan dan mana yang sudah baik, setelah itu mendokumentasikan kebutuhan
yang akan dipenuhi dalam sistem yang baru”.
Sejalan dengan pendapat di atas Astuti (2008)
mendefenisikan bahwa analisis sistem adalah
Penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh
kedalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan
mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang
diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan.
Berdasarkan dua
pendapat di atas definisi analisis
sistem adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan dan
mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi dan kebutuhan yang
diharapkan lalu dapat disimpulkan mana yang baik dan belum baik sehingga dapat
diusulkan perbaikan untuk sistem baru.
Analisis sistem
merupakan bagian dari tahapan dalam proses perancangan sistem yang menjadi fondasi dalam menentukan
keberhasilan sistem yang akan dihasilkan nantinya. Setiawan (2011, 7)
menjabarkan lebih detail lagi mengenai defenisi analisis sistem yaitu
Teknik pemecahan masalah yang menguraikan
bagian-bagian komponen dengan mempelajari secara bagus bagian-bagian komponen
tersebut bekerja dan berinteraksi untuk mencapai tujuan mereka. Analisis sistem
adalah sebuah istilah yang secara kolektif mendeskripsikan fase-fase awal
pengembangan sistem.
Fase analisis sistem menjadi acuan yang
penting dalam pengembangan sistem. Menurut Setiadi (2010) terdapat empat tahap
atau langkah umum dalam analisis sistem yaitu:
1. Survei
sistem berjalan
2. Mengidentifikasi
kebutuhan informasi pemakai
3. Mengidentifikasi
kebutuhan sistem yang perlu untuk memenuhi kebutuhan informasi pemakai
4. Penyajian
laporan analisis sistem
Gambar 2. Tahapan Analisis sistem
Sumber : Yulianto (2009, 38)
Pada gambar 2. di atas tahapan analisis sitem
dibagi menjadi 5 langkah dimana setiap proses yang dilalui perlu dilakukan
dokumentasi, adapun penjelasan dari setiap fase analisis sistem di atas menurut
Yulianto (2009, 39) yaitu :
1. Penetapan
ruang lingkup
Fase ini memiliki tugas : Mengidentifikasi Masalah
Awal yang ada pada sistem saat ini, seperti seberapa urgensi, tingkat
visibilitas, berapa keuntungan yang akan diperoleh dari pemecahan masalah,
prioritas dan penetapan solusi untuk memecahkan masalah, Menegosiasikan ruang
lingkup untuk proyek pengembangan sistem, Menilai kelayakan proyek,
mengembangkan jadwal dan anggaran awal, dan mengkomunikasikan rencana proyek.
2. Analisis
Masalah
Fase ini memiliki tugas: Memahami bidang masalah,
menganalisis masalah-masalah dn kesempatan-kesempatan, menganalisis
prosesproses bisnis, menentukan tujuan-tujuan perbaikan sistem, memperbaharui
rencana proyek, dan mengkomunikasikan penemuanpenemuan dn rekomendasi.
3. Analisis
persyaratan
Fase ini memiliki tugas: mengidentifikasi dan
menyatakan kebutuhan/persyaratan bisnis, membuat prioritas persyaratan sistem,
memperbaharui atau memperhalus rencana proyek, dan mengkomunikasikan pernyataan
kebutuhan/persyaratan.
4. Desain
logic
Pada fase ini akan digambarkan berbagai model sistem untuk
mendokumentasikan persyaratan untuk sistem baru dan sistem yang ditingkatkan.
5. Analisis
keputusan
Pada fase ini akan ditemukan solusi, menganalisis
solusi dan rekomendasi sebuah sistem yang akan dirancang, dibangun dan
diimplementsikan.
2.1.3 Desain Sistem
Setelah mendapat
gambaran apa yang dilakukan pada tahap analisis sistem, tahap berikutnya adalah
perancangan (design) sistem.
Menurut Mahyuzir
(1989) “Perancangan sistem adalah proses menentukan bagaimana suatu sistem akan
menyelesaikan apa yang harus diselesaikan, menyangkut konfigurasi komponen hardware dan sorfware dari sistem sehingga setelah instalasi akan benar-benar
memuaskan penggunanya”.
Dari pendapat
Mahyuzir di atas perancangan sistem menyangkut mengkonfigurasikan
komponen-komponen perangkat keras dan perangkat lunak dari suatu sistem,
sehingga setelah instalasi sistem selesai rancang bangun yang dihasilkan dapat
memberikan kepuasan penggunanya. Setiadi (2010, 4) menyatakan 2 tujuan utama
dari desain sistem yakni “untuk memenuhi kebutuhan pemakai sistem, dan
memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang lengkap kepada pemrogram
komputer dan ahli teknik yang terlibat”.
Untuk mencapai tujuan di atas, menurut Setiadi
(2010, 4) analis sistem harus dapat
mencapai sasaran – sasaran sebagai berikut
1. Desain
sistem harus berguna, mudah dipahami dan nantinya mudah digunakan.
2. Desain
sistem harus dapat mendukung tujuan utama perusahaan.
3. Desain
sistem harus efisien dan efektif untuk dapat mendukung pengolahan transaksi,
pelaporan manajemen dan mendukung keputusan yang akan dilakukan oleh manajemen,
termasuk tugas – tugas lainnya yang tidak dilakukan oleh komputer.
4. Desain
sistem harus dapat mempersiapkan rancang bangun yang terinci untuk masing –
masing komponen dari sistem informasi yang meliputi data, informasi serta
pengendalian intern.
2.1.4 Analisis PIECES
Dalam pengembangan suatu sistem akan terjadi
beberapa perubahan didalamnya dari sistem yang lama ke sistem yanga baru. Untuk
menentukan suatu sistem baru itu layak atau tidak, maka diperlukan suatu
analisis terhadap kriteriakriteria yaitu kinerja (Performance), informasi (Information),
ekonomi (Economic), kontrol (Control), efisiensi (Efficiency), dan pelayanan (Services) yang lebih dikenal sebagai
Analisis PIECES.
Menurut Al fatta (2007, 51) metode yang
menggunakan enam variable PIECES, sebagai berikut:
1. Performance (Analisis Kinerja)
Masalah kinerja terjadi ketika
tugas-tugas bisnis yang dijalankan tidak mencapai sasaran. Kinerja diukur
dengan jumlah produksi dan waktu tanggap. Jumlah produksi adalah jumlah
pekerjaan yang bisa diselesaikan selama jangka waktu tertentu. Pada bagian pemasaran,
kinerja diukur berdasarkan volume pekerjaan. Pangsa pasar yang diraih, atau
citra perusahaan. Waktu tanggap adalah keterlambatan rata-rata antara suatu
transaksi dengan tanggapan yang diberikan kepada transaksi tersebut.
2. Information (Analisis Informasi)
Informasi merupakan komoditas
krusial bagi pengguna akhir. Evaluasi terhadap kemampuan sistem informasi dalam
menghasilkan informasi yang bermanfaat perlu dilakukan untuk menyikapi peluang
dan menangani masalah yang muncul. Dalam hal ini meningkatkan kualitas
informasi tidak dengan menambah jumlah informasi, karena terlalu banyak
informasi malah akan menimbulkan masalah baru. Situasi yang membutuhkan
peningkatan informasi meliputi.Kurangnya informasi mengenai keputusan atau
situasi yang sekarang, Kurangnya informasi yang relevan mengenai keputusan atau
situasi sekarang., Kurangnya informasi yang tepat waktu, Terlalu banyak
informasi, Informasi tidak akurat, Informasi juga dapat merupakan fokus dari
suatu batasan atau kebijakan. Sementara analisis informasi memeriksa output
sistem, analisis yang tersimpan dalam sebuah sistem.
3. Economic (Analisis Ekonomi)
Alasan ekonomi barangkali merupakan
motivasi paling umum bagi suatu proyek. Pijakan bagi kebanyakan manajer adalah
biaya atau rupiah. Persoalan ekonomis dan peluang berkaitan dengan masalah
biaya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dapat disimak berikut:
a. Biaya
b. Keuntungan
4. Control
(Analisis Kontrol/Keamanan)
Tugas-tugas bisnis perlu dimonitor
dan dibetulkan jika ditemukan kinerja yang di bawah standar. Kontrol dipasang
untuk meningkatkan kinerja sistem, mencegah, atau mendeteksi kesalahan sistem,
menjamin keamanan data, dan persyaratan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:
a. Keamanan
atau kontrol yang lemah
b. Kontrol
atau keamanan berlebihan
5. Efficiency (Analisis Efisiensi)
Efisiensi menyangkut bagaimana
menghasilkan output sebanyakbanyaknya dengan input yang sekecil mungkin.
Berikut adalah suatu indikasi bahwa suatu sistem dapat dikatakan tidak efisien:
a. Banyak
waktu yang terbuang pada aktivitas sumber daya manusia, mesin, atau komputer.
b. Data
dimasukkan atau disalin secara berlebihan.
c. Data
diproses secara berlebihan.
d. Informasi
dihasilkan secara berlebihan.
e. Usaha
yang dibutuhkan untuk tugas-tugas terlalu berlebihan.
f.
Material yang dibutuhkan untuk tugas-tugas
terlalu berlebihan.
6. Services (Analisis Layanan)
Berikut adalah keriteria penilaian
dimana kualitas suatu sistem bisa dikatakan buruk:
a. Sistem
menghasilkan produk yang tidak akurat.
b. Sistem
menghasilkan produk yang tidak konsisten.
c. Sistem
menghasilkan produk yang tidak dipercaya.
d. Sistem
tidak mudah dipelajari.
e. Sistem
tidak mudah digunakan.
f.
Sistem canggung untuk digunakan.
g. Sistem
tidak fleksibel.
Berdasarkan uraian di atas, analisis sistem
dilakukan untuk menghasilkan suatu laporan tertulis yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah dari suatu sistem yang diterapkan guna mendapatkan
gambaran tentang keadaan sistem yang sedang diterapkan. Hal ini, untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi dan sebagai referensi bagi pemimpin dalam
pengambilan keputusan. Apakah akan dilakukan perbaikan terhadap sistem lama
atau mengubah sistem lama ke sistem baru yang lebih baik.
2.1.5 Alat Bantu Perancangan Sistem
Dalam merancang
suatu sistem terdapat banyak hal yang harus diperhatikan sehingga perlu
digunakan alat bantu untuk memodelkan aplikasi yang akan dibuat. Simatupang
(2011) mengemukakan bahwa “Terdapat banyak bentuk model yang dapat digunakan
dalam perancangan sebuah sistem antara lain model narasi, prototype, model grafis atau diagram dan lain sebagainya”
Dalam hal ini, tidak
menjadi masalah model mana yang akan digunakan asalkan pemodelan yang dibuat
harus mampu mempresentasikan visualisasi bentuk sistem yang diinginkan pemakai,
karena sistem akhir yang dibuat bagi pemakai akan diturunkan dari model. Pada
dunia pemodelan sistem terdapat sejumlah cara merepresentasikan sistem melalui
diagram misalnya; Flowchart, Data flow
diagram (DFD) dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut
mengenai pemodelan sistem melalui flowchart
dan data flow diagram.
Menurut Pariyanto
(2010, 5) “Flowchart adalah teknik
penyusunan instruksi untuk penulisan program komputer terstruktur dengan
menggunakan gambar-gambar/simbol-simbol”. Tujuan utama dari alat bantu flowchart
biasanya menggambarkan tahapan masalah yang ada dalam sistem secara sederhana
dan jelas menggunakan simbol-simbol standar.
Ada beberapa
kelebihan flowchart menurut Harsono
(2012, 6) yaitu sebagai berikut:
1. Flowchart membantu (mempermudah) programmer dalam mendesain program,
sebagai spesifikasi program, sebagai alat verifikasi dan sekaligus untuk
dokumentasi program.
2. Dalam
proses desain, flowchart dapat
membantu memecahkan persoalan yang cukup kompleks kedalam serangkaian
instruksi.
3. Dalam
proses verifikasi, flowchart lebih
mudah diperiksa oleh seorang quality
control (QC) dari pada langsung memeriksa source code (instruksi-instruksi) program, atau flowchart dapat mempermudah pekerjaan QC
tersebut dalam pemeriksaan kualitas program.
4. Flowchart dapat digunakan sebagai
dokumen spesifikasi proses dalam pembuatan Data
Flow Diagram.
Adapun mengenai
pengertian data flow diagram yang
dijabarkan oleh Simanjuntak (2012, 26) yaitu
Data Flow Diagram adalah alat pembuatan model yang
memungkinkan profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu
jaringan proses fungsional yang dihubungkan satu sama lain dengan alur data,
baik secara manual maupun komputerisasi. DFD ini sering disebut juga dengan
nama Bubble chart, Bubble diagram, model proses, diagram alur kerja, atau model
fungsi.
Beberapa kelebihan data flow diagram menurut Purnama (2012)
yaitu:
1. Adanya
pembagian sistem kedalam sub-sub sistem berdasarkan alur data pada sistem
2. Adanya
data store dan alur data (masuk atau keluar) pada sistem
3. Adanya
unsure-unsur eksternal, yaitu sumber dan tujuan dari sistem.
2.2 Repositori Institusi
Repositori sering
dimaknai sebagai suatu tempat penyimpanan berbagai jenis koleksi dari suatu
institusi atau lembaga. Keberadaan repositori institusi telah menjadi suatu
infrastruktur penting bagi perguruan tinggi dengan menyediakan akses penuh dan
terbuka untuk hasil-hasil penelitian sivitas akademikanya.
Menurut Pendit
(2003, 2) “Repositori institusi merupakan perwujudan dari perpustakaan digital
yang lebih mengkhususkan dalam mengelola koleksi local content dan grey
literature dari suatu institusi”.
Pengertian lain
mengenai Repositori institusi menurut Siregar (2011, 2) “Institutional
Repository (IR) adalah suatu locus untuk mengumpulkan, memelihara, dan
mendiseminasikan dalam bentuk digital keluaran suatu institusi terutama
insitusi penelitian”.
Dari beberapa
pendapat di atas repositori institusi merupakan suatu tempat penyimpanan yang
gunanya untuk mengelola koleksi local
institusi, mengumpulkan karya-karya institusi, mengelola karya-karya tersebut
agar terpelihara dan dapat digunakan kepada pengguna repositori institusi, dan
mendistribusikan kembali karya yang sudah dikelola dengan sistem informasi yang
tepat sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan penggunannya.
2.2.1 Manfaat Repositori Institusi
Manfaat dari penerapan repositori institusi
menurut Sutedjo (2014, 3) adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengumpulkan
karya ilmiah-intelektual sivitas akademika dalam satu lokasi agar mudah
ditemukan kembali baik melalui google maupun mesin pencari lainnya.
2. Untuk
menyediakan akses terbuka terhadap karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan
sivitas akademika dan menjangkau khalayak lebih luas lagi dengan tempat dan
waktu yang tak terbatas.
3. Untuk
meningkatkan dampak dari karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan sivitas
akademika.
4. Untuk
mempromosikan karya ilmiah-intelektual yang dihasilkan sivitas akdemika.
5. Sebagai
etalase dan tempat penyimpan yang aman untuk hasil penelitian sivitas
akademika.
6. Untuk
menyediakan URL jangka panjang bagi karya ilmiah-intelektual hasil penelitian
sivitas akademika.
7. Apabila
terjadi plagiasi terhadap karya ilmiah-intelektual yang dipublish di repositori
institusi akan mudah diketahui dan ditemukan.
8. Untuk
menghubungkan publikasi sivitas akademika/peneliti dari halaman web mereka (web
personal dosen/peneliti)
2.2.2 Pengembangan Repositori Institusi
Pengembangan repositori perpustakaan sangat
berguna bagi terciptanya suatu perpustakaan sebagai pusat belajar dan sumber
informasi dalam suatu institusi. Kebutuhan akan informasi yang terus meningkat,
menuntut setiap organisasi maupun institusi untuk terus meningkatkan kualitas
dari pelayanan dan produk informasi yang dihasilkannya. Oleh sebab itu, repositori
institusi sebagai sarana dari lembaga informasi yang mendukung terjadinya
distribusi informasi kepada pengguna dituntut untuk terus berkembang mengikuti
arus perkembangan teknologi informasi saat ini.
Menurut Hadi (2015) Strategi yang perlu
disiapkan dalam pengelolaan dan pengembangan repositori antara lain:
1. Studi
banding (benchmarking)
2. Sumberdaya
manusia (pengelola repositori)
3. Perangkat
keras dan lunak (hardware, software,
jaringan, dsb.)
4. Prosedur
dan dukungan pimpinan
5. Manajemen
informasi muatan lokal
Strategi pengembangan repositori institusi
diatas dapat dijabarkan kembali secara mendalam seperti: 1) Studi banding (benchmarking) maksudnya ialah sebelum
merencanakan pengembangan repositori sebaiknya dilakukan pengamatan ke lokasi
lain atau ke repositori lain yang dianggap lebih baik, lebih maju dari
repositori yang kita miliki manfaat dari kegiatan ini agar kita dapat
mengetahui bagian yang perlu perbaikan dan memutuskan rencana baru yang ingin
dilakukan; 2) SDM maksudnya disini pengembangan suatu sistem repositori juga
tidak lepas dari peran penting pengelola sistem tersebut, baik dari kompetensi
maupun keahlian mereka; 3) Perangkat keras dan lunak juga sangat berpengaruh
dalam pengembangan repositori, dalam memutuskan perangkat apa yang dibutuhkan
sistem harus sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya; 4) Prosedur dan dukungan pimpinan juga dibutuhkan agar proses
pengembangan yang dilakukan berjalan sesuai aturan dan mendapat dukungan dari
pimpinan; 5) Konten yang menjadi isi dari sistem yang akan dikelola harus
diorganisasikan lebih dahulu, proses pengelolaan konten dapat dicontohkan
dengan membuat metadata pada setiap dokumen yang akan diproses kedalam sistem
Pengembangan repositori institusi memiliki
beberapa tujuan seperti yang dikemukakan oleh Hasugian (2013) yaitu:
1. Menyediakan
akses terbuka terhadap keluaran institusi untuk memaksimalkan penggunaannya
2. Menciptakan
visibility global terhadap karya
institusi,
3. Mengumpulkan
konten pada lokasi tunggal; dan
4. Menyimpan
dan memelihara aset digital institusi, termasuk literatur kelabu atau yang
tidak diterbitkan yang mudah hilang
Tujuan pengembangan
repositori institusi diatas pada dasarnya sebagai keterbukaan informasi atas
suatu institusi atau organisasi. Keterbukaan informasi disini didukung dengan
sistem repositori yang memberikan kemudahan terhadap akses informasi kedalamnya,
namun kebebasan ini akan diikuti dengan batasan dan kewajiban bagi seseorang
yang menggunakannya dengan beberapa aturan tertentu.
2.3 Standar Metadata Repositori
Beragam standar metadata yang digunakan akan
menjadi masalah pada saat integrasi dilakukan. Pada implementasinya, harus
digunakan satu jenis metadata yang dapat menyatukan seluruh metadata yang akan
digunakan sebagai format standar untuk pengumpulan data.Menurut Susilawati
(2008) Standar metadata adalah “satu set terminologi serta definisi umum yang
digunakan dalam metadata serta dipresentasikan dalam format terstruktur”.
Menurut Susilawati
(2008) Secara umum, standar-standar yang
digunakan dalam skema metadata, antara lain:
1. CDWA
(Categories for Descriptions of Works of Art): skema untuk deskripsi karya
seni
2. DCMES
(Dublin Core Metadata Element Set): skema umum untuk deskripsi beraneka ragam
sumber digital
3. EAD
(Encoded Archival Description): skema untuk menciptakan sarana temu kembali
bahan kearsipan (archival finding aids) dalam
bentuk elektronik
4. Gateway
to Educational Materials: skema untuk bahan pendidikan dan pengajaran
5. MPEG
(Moving Pictures Experts Group) MPEG-7 dan MPEG-21: standar untuk rekaman audio
dan video dalam bentuk digital
Primadesi (2012, 5)
mengemukakan “Standar metadata yang umum digunakan di perpustakaan adalah MARC
(Machine Readable Cataloging), METS (Metadata Encoding and Transmission Standard),
MODS (Metadata Object Description
Standard), dan Dublin Core”.
2.3.1 Fungsi Penggunaan Metadata
Metadata sering disebut dengan data tentang
data atau informasi tentang informasi. Fungsi metadata dalam dunia perpustakaan
dapat dicontohkan sebagai katalog perpustakaan, dimana katalog perpustakaan
berisi data tentang dokumen, jika sebuah dokumen berisi data, maka katalog
dapat disebut sebagai data tentang data.
Ada beberapa fungsi metadata menurut Haynes
(2004) seperti dikutip oleh Prasetya sebagai berikut:
1. Sumber informasi (resources description)
Ini merupakan fungsi yang paling
fundamental dari sebuah metadata. Karena sebuah data dapat diidentifikasi
sebagai satu kesatuan berbeda dari data lainnya sehingga dapat ditemukan dengan
menggunakan suatu pendekatan unik yang ada dalam metadata tersebut.
2.
Temu kembali informasi (information retrieval)
Metadata digunakan untuk memasukkan
suatu istilah pada semacam konteks semantik, memberitahukan mesin pencari atau
aplikasi lain bagaimana memperlakukan suatu unsur metadata sehingga suatu
sumber informasi dapat ditemukan dengan istilah tersebut.
3.
Pengelolaan informasi (management of information)
Dengan adanya metadata, dapat
ditentukan bagaimana melakukan pengelolaan informasi mengenai penyimpanan dan
penemuan kembali sumberdaya informasi.
4.
Manajemen hak cipta, kepemilikan dan otentisitas
(right management, ownership and
authenticity)
Mendorong perkembangan metadata
dalam dunia penerbitan khususnya media tercetak dan elektronik, menjadi suatu
kebutuhan untuk mengelola hak intelektual tersebut dengan baik. Fungsi ini
merupakan salah satu fungsi yang menjadi fokus utama untuk menghindari
plagiarisme dan melindungi hak cipta atas suatu sumber informasi.
5.
Interoperabilitas (interoperability)
Merupakan kemampuan pertukaran data
dalam berbagai sistem menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras, serta
struktur data. Dengan menggunakan metadata, sebuah sistem dapat
mengidentifikasi informasi terstruktur yang kemudian sumber informasi tersebut
menampilkan informasi sesuai dengan ketentuan tertentu.
Menurut Basuki (2000,
3) metadata memungkinkan pemakai untuk menentukan:
1. Ketersediaan
informasi (apakah objek informasi itu ada atau eksis? Di manakah letaknya?
Berapakah yang tersedia? Apakah kesemuanya itu sama?)
2. Kegunaan
informasi (apakah otentik? Apakah baik? Bagaimana pemakai dapat menentukan
apakah berguna atau tidak?)
Berdasarakan
beberapa pendapat di atas pada dasarnya fungsi metadata memudahkan temu kembali
suatu informasi, menghindari plagiarisme dan melindungi hak cipta atas suatu
sumber informasi, dan memberi petunjuk atas ketersediaan suatu informasi. Dari
sekian banyak fungsi metadata yang paling penting ialah bahwa metadata juga
sangat menentukan kualitas informasi yang didapatkan.
2.3.2 Standar Metadata Dublin Core
Standar metadata Dublin Core merupakan
standart metadata yang sangat sering digunakan untuk repositori institusi
sebuah perguruan tinggi. Prasetya (2009, 26) menyatakan bahwa “Metadata Dublin
Core adalah standart metadata yang sangat sering digunakan untuk repositori
institusi sebuah perguruan tinggi”.
Seperti yang
dikemukakan oleh Ajie (2012, 3) metadata Dublin Core memiliki beberapa
kekhususan sebagai berikut:
1. Memiliki
deskripsi yang sangat sederhana,
2. Semantic atau arti kata yang mudah
dikenali secara umum, dan
3. Bersifat
expandable yang memiliki potensi
untuk dikembangkan lebih lanjut.
NISO mengemukakan
metadata Dublin Core yang terdiri atas 15 unsur sebagai berikut:
Tabel 1.
Unsur Metadata Dublin Core
NO
|
Elemen
|
Keterangan
|
1.
|
Tittle
|
Judul dari sumber informasi
|
2.
|
Creater
|
Pencipta sumber informasi
|
3..
|
Subject
|
Pokok
bahasan sumber infomasi, biasanya dinyatakan dalam bentuk kata kunci atau
nomor klasifikasi.
|
4.
|
Description
|
Keterangan dari isi suatu sumber informasrupai, misalnya
abstrak, daftar isi dan uraian.
|
5.
|
Publisher
|
Orang atau badan yang
menginformasikan sumber informasi.
|
6.
|
Contributor
|
Orang atau badan yang ikut
menciptakan sumber informasi
|
7.
|
Date
|
Tanggal penciptaan sumber
informasi
|
8.
|
Type
|
Jenis sumber informasi,
novel, laporan, peta, dan
|
sebagainya
|
||
9.
|
Form
|
Bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran, durasi
sumber informasi
|
10
|
Identifier
|
Nomor atau serangkaian
angka dan huruf yang mengidentifikasikan sumber informs contoh:
URL atau alamat situs
|
11.
|
Source
|
Rujukan ke sumber asal atau
suatu sumber informasi
|
12.
|
Language
|
Bahasa intelektual yang
digunakan sumber informs
|
13.
|
Relation
|
Hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber
informasi lainnya
|
14.
|
Coverage
|
Cakupn isi ditinjau dari
segi geografis dan cakupan waktu
|
15.
|
Relate
|
Pemilik hak cipta sumber
informasi
|
Sumber : Niso (2013, 2)
Contoh metadata Dublin
Core seperti
yang dipaparkan
oleh
Greenberg,yaitu:
<dc:title>Godiva
Chocolatier</dc:title>
<dcterms:alternative>Godiva
store</dcterms:alternative>
<dc:creator>Nancy
Confection</dc:creator>
<dc:creator>Confection,
Nancy</dc:creator>
<dc:subject>Chocolate</dc:subject>
<dc:subject
xsi:type="dcterms:lcsh">Truffles
(Confectionery)</dc:subject>
<dcterms:created
xsi:type=“dcterms.W3CDTF">
2008--6--28</dcterms:created>
<dc:identifier>http://www.godiva.com</dc:identifier>
<dcterms:abstract>Provides
access to collections, gifts,
….</dcterms:abstract>
Gambar 3. Contoh metadata Dublin Core
Sumber: Greenberg 2010, 8
Dari
contoh metadata Dublin Core di atas dapat dilihat bahwa dari beberapa element
metadata yang terdapat pada contoh jelas bahwa metadata diatas mewakili
metadata sebuah bahan pustaka yang berjudul “Godiva Chocolatier”, pengarangnya “Nancy Confection”, subjeknya
“Chocolate”, identifiernya
“http://www.godiva.com”,
abstraknya “Provides access to
collections, gifts” , dan sebagainya.
2.4 Perangkat Lunak Pembangun Repositori
Perangkat lunak merupakan perintah (program
komputer) yang dieksekusi memberikan fungsi dan petunjuk kerja seperti yang
diinginkan. Rahman (2013, 4). mendefenisikan bahwa “Perangkat lunak adalah
program komputer yang berfungsi sebagai sarana interaksi (penghubung) antara
pengguna (user) dan perangkat keras (hardware)”.
Apapun
perangkat lunak yang digunakan suatu lembaga untuk membangun dan menjalankan
repositori institusi mereka, yang perlu diperhatikan bahwa paket software tersebut mempunyai komponen terpenting
seperti dikemukakan oleh Rahayu (2015, 6). seperti:
1. Adanya
interface untuk menambahkan konten ke
dalam sistem
2. Interface untuk search/browse/retrieve dari konten Repositori Institusi
3. Adanya
database untuk menyimpan konten
4. Adanya
interface administrative untuk
mengelola konten dan adanya kegiatan preservasi
Menurut Hamdani
(2015) ada dua kategori lisensi perangkat lunak yang banyak dipakai, yaitu:
1. FOSS (Free / Open Source Software)
adalah dua istilah yang maksudnya hampir sama,yakni program yang tidak perlu
biaya izin (free = bebas) digunakan
dan kode sumbernya tidak dirahasiakan (open = tersedia), sehingga cara kerjanya
dapat dipelajari, lalu dikembangkan, dan disebarluaskan. Contoh: Linux, OpenOffice, GIMP, Inkscape.
2. PCSS (Proprietary / Closed Source Software)
adalah program yang hanya dimiliki pembuatnya (terikat). Pengguna hanya dapat
menggunakan jika membeli lisensi (mendapatkan izin). Pihak lain tidak dapat
mempelajari cara kerjanya (tertutup), tidak pula mengembangkan dan
menyebarluaskan. Contoh: Windows, MS
Office, Photoshop, Corel Draw
Dalam membangun
sebuah sistem repositori institusi sangat dibutuhkan perangkat lunak. Pemilihan
perangkat lunak dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu membangun sendiri, membeli
produk yang sudah jadi dan memanfaatkan aplikasi open source. Membangun sendiri
berarti harus mempunyai staf yang mempunyai pengetahuan tentang pemrograman
atau menyewa tenaga outsourcing dan mempunyai tenaga pustakawan yang bertindak
sebagai analis sistem. Adapun paket perangkat lunak gratis untuk menjalankan
repositori seperti: DSpace (dikembangkan MIT US), Eprints (University of
Southampton UK), Fedora, Inveno, Sobek CM, , Greenstone, i-Tor, dan sebagainya.
2.4.1
Perangkat Lunak Berbayar Pembangun Repositori
Perangkat lunak
berbayar merupakan perangkat lunak yang dikembangkan untuk tujuan komersil,
setiap pengguna yang ingin menggunakan atau mendapatkan perangkat lunak ini
harus membeli atau membayar pada pihak yang mengembangkannya. Susanto (2016)
menjelaskan bahwa,
“Pengguna yang
menggunakan perangkat lunak berbayar umumnya tidak diijinkan untuk
menyebarluaskan perangkat lunak tersebut secara bebas tanpa ijin penerbitnya.
Contoh perangkat lunak berbayar ini misalnya, sistem microsoft windows, microsoft office, adobe photo shop, dan
lain-lain”.
Adapun contoh
perangkat lunak berbayar yang digunakan untuk menjalankan repositori institusi
namanya akan disesuaikan dengan penerbit dari software itu sendiri, karena adanya larangan bagi pengguna untuk
tidak menyebarluaskan perangkat lunak tanpa seijin penerbitnya maka tidak dapat dapat diketahui secara pasti
apa nama perangkat lunak berbayar yang pernah digunakan oleh sebuah organisasi
untuk menjalankan repositori instutusi mereka. Kesamaan dari membangun
perangkat lunak sendiri dengan membeli paket perangkat lunak adalah perangkat
lunak ini akan dinamai sesuai kehendak penerbitnya.
Jika dalam suatu institusi mereka membangun
perangkat lunaknya sendiri untuk membangun repositori, maka nama perangkat
lunak akan disesuaikan dengan kesepakatan institusi maupun penerbit/staf
pemrograman serta semua pihak yang terlibat dalam penciptaan perangkat lunak
tersebut.
Sebagai contoh Rahayu
(2015, 6) menjelaskan bahwa “Perpustakaan ITS pada tahun 2006 – 2007
mengembangkan sendiri perangkat lunak yang digunakan untuk repositori institusi
dengan nama Digital Library Search In Context”
Pada contoh di atas
dapat diketahui bahwa perpustakaan ITS mengembangkan sendiri perangkat lunak
mereka dan menamai perangkat lunak yang mereka kembangkan sendiri dengan nama
Digital Library Search In Context. Saat ini sudah banyak perpustakaan yang
membangun repositori institusi mereka dengan mengembangkan perangkat lunak
sendiri, biasanya perpustakaan akan bekerja sama dengan beberapa ahli seperti
analis sistem dan programmer.
2.4.2
Perangkat Lunak Tidak Berbayar Pembangun Repositori
Perangkat
lunak gratis/tidak berbayar ini lebih dikenal dengan istilah
freeware atau free open source software yang artinya memiliki makna yang sama,
yaitu tidak berbayar dan kode sumbernya tidak dirahasiakan. Open Source tidak hanya bermakna
kebebasan akses ke source code saja.
Hamdani (2015) menyatakan open source juga merupakan:
1. Sebuah
komunitas kuat yang terdiri dari individu-individu yang lebih mengutamakan
kepentingan dan kesejahteraan umum dibandingkan dirinya sendiri
2. Seperangkat
aturan lisensi software maksudnya open source bukan berarti tanpa lisensi,
sebab ini berkaitan dengan hukum. Agar open
source dapat menjadi legal di mata hukum, diperlukan aturan lisensi open source
3. Sebuah
model pengembangan software secara
kolaboratif dimana setiap orang dapat ikut berpartisipasi dalam mengembangkan software
4. Sebagai
katalis yang membangkitkan bisnis dan model bisnis yang belum pernah ada
sebelumnya; tidak ada bisnis dalam sistem open
source itu sendiri, karena ia hanyalah alat; namun open source dapat digunakan untuk menjalankan bisnis dengan lebih
efisien atau mengembangkan model bisnis baru di sekitar pemanfaatan open source
5. Kekuatan
yang mendorong percepatan software
menjadi komoditi.
Jenis perangkat lunak
komputer yang kode sumber pemogramannya terbuka bagi setiap pengguna maka,
Setiap orang dapat melihat atau memodifikasi kodenya dan bisa juga
mendistribusikannya kembali.
Keuntungan dari menggunakan perangkat lunak open source ialah kita tidak hanya bisa
menggunakan open source secara bebas
tetapi kita juga bisa mengembangkan open
source tersebut sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kita, tentunya
kebebasan itu tetap bertumpu pada etika dan peraturan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Perangkat lunak aplikasi open
source bagi manajemen informasi dan perpustakaan seperti: archimede, ARNO,
BePress, CDSware, Dspace, Eprints, Fedora, Greenstone, i-Tor, dan sebagainya
(Rahman 2013, 15).
DSpace paling disukai dan berdasarkan analisis
kelayakan yang dilakukan oleh University of Arizona pada Table 2 menunjukkan bahwa DSpace menerima nilai
tertinggi dalam analisis operasional, teknik, jadwal, dan analisis ekonomi.
Table 2. Laporan dari proses analisis sistem di university of Arizona
Sumber: Soeb (2009, 202)
Gambar 4. Menunjukan
superioritas DSpace dibandingkan
perangkat
lunak repositori institusi lainnya.



Komentar
Posting Komentar